CINTA DAN KASIH SAYANG ORANG TUA
“Brahmati
matapitaro
Pubbacariyati
vuccari’ti”
Ithivuttaka
Sesungguhnya kehidupan kita adalah diawali
oleh sebuah pengorbanan. Sebuah bentuk pengorbanan yang sangat besar yang telah
dilakukan oleh seorang ibu pada saat melahirkan kita. Ibu mempertaruhkan
hidupnya dan segala-galanya saat melahirkan anaknya. Ada beberapa ibu yang
tidak sempat melihat anaknya karena hidupnya tak dapat diselamatkan pada saat
melahirkan anaknya itu. Dengan ibu mempertaruhkan hidupnya dan segala-galanya,
membuat kita dilahirkan. Dan kita semua pasti dilahirkan oleh seorang ibu.
Pengorbanan ibu itulah sebagai pembukaan (prolog) kehidupan kita di dunia ini.
Sejak saat setelah melahirkan itulah ibu
dengan cinta dan kasih sayangnya merawat kita, membesarkan, mendidik, dan
membela kita. Pada saat saya kecil, ada sebuah syair lagu ciptaan SM Moehtar
dengan syair yang mudah diingat seperti demikian:
“Kasih ibu kepada
beta, tiada terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali. Bagai
Sang Surya menyinari dunia.”
Kasih
seorang ibu yang sejati memanglah hanya memberi, yang tidak mungkin dilakukan
oleh orang lain. Dalam Ithivuttaka,
orang tua kita laksana sebagai dewa brahma yang tampak. Brahma memiliki atau
mengembangkan 4 sifat yang tanpa batas: Cinta kasih, Kasih sayang, Bahagia
dengan kebahagiaan orang lain, dan keseimbangan. Cinta dan kasih sayang orang
tua kepada anaknya tidak memiliki takaran dan tidak dapat diukur. Oleh sebab
itu “Brahmati matapitaro”,
orang tua laksana Brahma yang tak tampak.
Akan tetapi orang tua kita terutama ibu,
merupakan guru pertama bagi kita semua. Beliau mengajarkan kita mana yang benar
dan mana yang tak pantas, mana yang baik dan mana yang tidak baik. Ibu
memberikan bimbingan pada anak-anaknya. Ibu dan ayah adalah guru-guru pertama
bagi kita semua, “Pubbacariyati vuccari’ti”.
Dikala anaknya sakit atau merasa tidak
nyaman, seorang ibu sejati berpikir demikian dengan penuh kasih sayang,
“Biarlah saya saja yang sakit, janganlah anak-anak saya menjadi sakit.” Kasih
sayang seperti ini tidak akan mungkin dilakukan oleh orang lain.
Pada suatu ketika, Buddha Gotama
menjelaskan apa itu metta atau cinta kasih yang universal, Buddha menjelaskan
dengan sangat mudah dipahami apa itu cinta kasih yang universal, “Bagaikan seorang
ibu, melindungi putra tunggalnya.” Dalam kitab komentar Buddhist dijelaskan
bahwa, “Bila seseorang
mengajarkan moral, kebajikan, maka mereka, orang ini setara nilainya dengan
sepuluh guru biasa, guru yang mengajarkan pengetahuan- pengetahuan umum. Seorang
guru moral sama nilainya dengan 10 guru biasa. Tetapi, selanjutnya dijelaskan
bahwa seorang ayah setara nilainya dengan 100 guru moral. Namun, seorang ibu
setara nilainya dengan seribu ayah, seribu ayah baru setara dengan seorang ibu.”
Di dalam Mangala Sutta dijelaskan bahwa, “Matapitu upathanam.
Etammangalamuttaman’ti.” Yang artinya adalah menyokong, merawat ibu dan
ayah adalah berkah utama. Apabila kita semua juga mengerti dengan benar apa itu
arti dari Sammaditthi (Pandangan
benar) yang melandasi keyakinan kita. Diantara pandangan yang harus kita
mengerti dari pandangan benar adalah bahwa, merawat ibu dan ayah adalah membawa
manfaat.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa
beberapa di antara kita terkadang merasa ada beberapa tindakan dari ibu kita tidak
sesuai dengan diri kita sehingga menimbulkan kekesalan dalam diri kita. Tetapi
sesungguhnya hanyalah sia-sia untuk kesal dan marah kepada ibu kita. Seandainya
ada sikap yang tidak sesuai, hal itu sangatlah tidak berarti dibandingkan
dengan pengorbanan ibu dalam melahirkan kita, merawat kita, membesarkan kita,
mendidik, melindungi, dan bahkan membela kita.
Ada sebuah pepatah kuno, “Seorang anak tidak mungkin hidup tanpa ibu
dan ayahnya, terutama ibu. Tetapi, orang tua tetap bisa hidup sekalipun tanpa
anak-anak.” Dengan merenungkan kebenaran ini, maka tak aka nada lagi alasan
yang membuat kita marah kepada orang tua. Memang ada beberapa sosok ibu yang
kejam dan tak peduli pada anaknya sendiri. Namun, yang digambarkan oleh Sang
Buddha untuk menggambarkan cinta dan kasih sayang adalah sosok ibu sejati, ibu
yang sesungguhnya.
Seorang anak wajib melakukan 2 hal. Yaitu
berbakti dan membakas budi orangtuanya. Bagaimanakah seseorang berbakti
terhadap orangtuanya? Di dalam Sigalovada
Sutta, Buddha Gotama menjelaskan tentang bagaimana setiap anak berbakti
kepada orangtuanya. Seorang anak selama hidupnya, wajib menyokong dan merawat
orangtuanya, menyelesaikan urusan orangtuanya, menjaga nama baik keluarganya,
menjaga harta warisan keluarganya, dan memberikan jasa-jasa kebahagiaan kepada
orangtuanya sewaktu sudah meninggal. Dengan demikian Sang Buddha meminta kepada
setiap anak, yang walaupun orangtuanya telah meninggal, untuk terus berbakti
kepada orangtuanya hingga akhir hayatnya.
Namun, dengan melaksanakan hal-hal demikian
belum cukup untuk membalas budi orangtua kita. Sang Buddha pernah menjelaskan,
apabila seorang anak memikul kedua orangtanya di pundak kanan dan kiri hingga
pundaknya patah, atau memberikan darah dan dagingnya sendiri untuk orang tuanya
yang kelaparan, dalam waktu yang lama sekali, hal ini masih belum cukup
membalas budi dan pengorbanan orang tua kita.
Lalu bagaimana cara membalas budi orangtua?
Dalam Anguttara Nikaya dijelaskan
(1) apabila ibu dan ayah kita tidak mempunyai keyakinan (Saddha) yang benar tentang hukum perbuatan dengan menganggap bahwa
perbuatan tidaklah berakibat. Kalau seorang anak berusaha dengan pelan-pelan
dan bijaksana, mampu mengubah pandangan ibu dan ayahnya yang tidak mengerti
hukum karma ini menjadi mengerti. Itulah salah satu balas jasa yang benar dan
tertinggi. (2) apabila ibu dan ayahnya tidak memiliki moralitas (Sila), memiliki moralitas yang rendah
dengan suka membunuh, mencuri, tidak setia dengan pasangannya, berbohong, atau
bermabuk-mabukan. Tetapi, kalau seorang anak berusaha dengan pelan-pelan dan
bijaksana, mampu memberikan perubahan pada perilaku ibu ayahnya yang tidak
memiliki moralitas menjadi memiliki moralitas. Itulah salah satu balas jasa
yang benar dan tertinggi. (3) apabila ibu dan ayahnya kikir, tidak ingin
membantu pada orang yang menderita, egois, acuh tak acuh melihat mereka yang
membutuhkan pertolongan. Kalau seorang anak mampu merubah sikap ini menjadikan
orangtuanya menjadi murah hati, gemar membantu (Cagga). Itulah salah satu balas jasa yang benar dan tertinggi. (4)
apabila ibu dan ayahnya tidak memiliki kebijaksanaan atau wisdom (Panna). Seorang anak berusaha untuk
menambah dan menimbulkan kebijaksanaan mereka, seperti mengajak diskusi,
memberikan buku-buku atau kaset Dhamma. Itulah salah satu balas jasa yang benar
dan tertinggi.
Namun membalas budi dan berbakti adalah hal
yang berbeda. Seorang anak mampu dan harus berbakti kepada orangtuanya sampai
anak itu meninggal. Akan tetapi, membalas budi orangtua hanya sampai semasa
orangtuanya masih hidup. Berbahagialah kita sebagai anak, yang mengerti
pengorbanan dan kasih sayang seorang ibu yang sangat sulit untuk dilukiskan dan
diuraikan dan juga membalas budi dengan cara yang terbaik.
Semoga renungan ini akan membangkitkan
keyakinan kita bahwa memang merawat dan mendukung serta membalas budi ibu dan
ayah akan membawa manfaat. Semoga Tiratana selalu memberkahi ibu-ibu kita,
ibu-ibu kita masing-masing, dan ibu-ibu kita semua. Semoga ibu dan ayah kita
selalu berbahagia. Semoga semua makhluk berbahagia.
Mettacitena,
Tisa Lokadipati Liwan Suprapto
(Jivitapalo)
Comments
Post a Comment